Posted in Catatan

Iman Pondasi Terkuat Membangun Cinta

Kutipan dari Prolog   ‘Sesungguhnya Kita Hamba’

Pernikahan, kata Sayyid Quthb merupakan ikatan paling dalam, paling kuat, dan paling langgeng yang memadukan antar dua anak manusia. Ia meliputi interaksi paling luas yang bisa dilakukan oleh dua orang. Ia adalah ikatan jiwa, keterpautan ruh, perpaduan akal, dan penyatuan jasad. Allah menyebutnya sebagai miitsaqan ghaliizhaa. Ia diposisikan sebagai perjanjian agung yang senama dengan perjanjianNya dengan Nabi-nabi pilihanNya, dan juga perjanjian berat antara Allah dengan Bani Israil sehingga Ia mengangkat Gunung Tursina ke atas mereka.

Oleh itulah, lanjut Sayyid Quthb dalam Fii Zhilaalil Quran, hati mereka harus disatukan dan dipertemukan dalam ikatan yang tak bisa pudar. Supaya hati bisa bersatu maka tujuan ikatan dan arah yang ingin ditempuhnya juga harus satu. Sementara itu, aqidah merupakan hal paling mendalam dan paling komprehensif dalam menyemarakkan jiwa, mempengaruhinya, mengkondisikan perasaan-perasaan, menentukan berbagai reaksi, dan responnya, dan menentukan jalannya di segenap kehidupan.

Adalah keniscayaan bagi kita memasuki pernikahan dengan komitmen ini, komitmen keimanan. Ketika rupa tak lagi memiliki makna, ketika jasad sudah rapuh menyuruk tanah, ketika cinta tak lagi akrab dengan asmara, maka komitmenlah perekat paling kuat. Jika komitmen itu digantungkan pada keimanan terhadap Allah Yang Maha Tinggi, maka ia akan mengabadi, melanggeng, mengekal, dan kita bawa sebagai bekal menghadapNya.

Keimanan akan menumbuhkan kecintaan pada apa-apa yang membuat Allah ridha. Keimanan akan membuat segala hal tampak indah sebagai ibadah. Melapangkan jiwa, meluaskan dada, mengasah kepekaan, menarikan angan ke ketinggian, menguatkan akal, dan menajamkan firasat.  Menyegarkan, menyejukkan, mencenungkan, menceritakan, mewarnai pelangi, dan menggerakan perbaikan. Itulah yang diperbuat keimanan.

Ketika sebuah rumahtangga dibangun di atas komitmen keimanan, maka iman akan mengalir ke seluruh bagian dan persendian tubuhnya, mengikuti semua lekukan dan belokannya. Ia memancarkan cahaya, kehidupan, kebersihan, kesucian, kesadaran, cita-cita, motivasi untuk berbuat baik dan menyumbangkan yang terbaik. (hal 418-419)

(Salim A. Fillah. 2005.  Barakallahu Laka: Bahagianya Merayakan Cinta)

Semoga pernikahan yang kita bangun ini seluruhnya dilandaskan pada keimanan kita kepada Allah swt. Dibangun di atas komitmen keimanan, dijalin dengan aqidah islam yang kuat, dan mudah-mudahan diselimuti dengan berkah dan rahmatNya. Saling ber-amar ma’ruf nahi munkar dalam kebaikan, saling menghargai satu sama lain, saling bahu membahu membangun generasi peradaban gemilang, dan saling menguatkan dalam dakwah, hingga akhirnya kita berharap Allah akan mempertemukan kita kembali dalam jannah-Nya.  Bukankah itu pernikahan yang kita harapkan? 🙂

*a little message for Faisal Anugrah Hasibuan, my beloved husband….

Author:

a walker of the long journey seeking for the great last place in the eternal life

Leave a comment